Thursday, March 8, 2007

GEMPA BUMI

BENCANA ALAM .....SIAPA BERSALAH?
Para pejuang lingkungan yang sering dipandang sebelah mata, sebenarnya sering mengingatkan bahwa ada tiga bencana di Indonesia yang patut selalu diwaspada.
TEPAT tiga tahun bencana tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), ternyata ditandai bencana yang juga menewaskan banyak korban. Menurut pemberitaan, korban meninggal dan hilang terus bertambah. Hingga Rabu (27/12), warga yang hilang sudah mencapai 600 orang. Ini tentu sungguh ironis, peringatan sebuah bencana diwarnai oleh bencana lagi.
Kita tentu sangat prihatin. Belum lagi, bencana lainnya juga melanda kota-kota di Pulau Sumatra lainnya dalam beberapa hari terakhir ini, seperti susul-menyusul. Setelah ini, bencana alam seperti di Aceh dan Sumatra diprediksi masih terus berlangsung. Bahkan, menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), bencana itu bisa meluas termasuk di Pulau Jawa akibat curah hujan yang tinggi.

Hal-hal seperti itu, sesungguhnya bukan suatu yang baru bagi kita. Setiap menjelang pergantian tahun, memang terjadi pergantian siklus musim. Tetapi, yang sangat mencolok dibandingkan yang lalu adalah frekuensi bencana dan tingkat kerusakan dan jumlah korban yang ditimbulkan.
Kita sering tanpa sadar mengakui bahwa bencana-bencana itu adalah buah dari perilaku kita. Jika itu sebuah takdir, kita tentu tidak bisa mengelak. Tetapi faktanya, dengan mudah kita melihat bahwa bencana itu terjadi akibat kerusakan alam dan ketidakseimbangan ekologi.
Para pejuang lingkungan yang sering dipandang sebelah mata, sebenarnya sering mengingatkan bahwa ada tiga bencana di Indonesia yang patut selalu diwaspadai. Banjir, kebakaran, dan tanah longsor. Bencana ini muncul karena salah urus yang terus-menerus terhadap lingkungan dan kekayaan alam.
Sehingga, berapa pun dana yang disiapkan baik oleh pemerintah melalui APBN ataupun dari donatur baik perseorangan maupun lembaga, seperti percuma jika hanya untuk mengatasi bencana yang telah terjadi.
Ada baiknya, pemerintah lebih maju dalam melangkah. Dana-dana yang besar itu, sebaiknya tidak hanya untuk mengatasi, tetapi juga mengantisipasi. Ini memang pekerjaan berat karena kondisi alam kita sudah babak belur, tercabik-cabik oleh perbuatan manusia yang berpikir keuntungan sesaat.
Pemerintah tentu sulit jika melangkah sendiri untuk mengembalikan posisi alam seperti semula. Tetapi dengan kebersamaan, semuanya akan lebih mudah. Jika tidak bisa mengembalikan alam seperti semula, tentu upaya itu dimaksudkan agar tidak terjadi bencana serupa di kemudian hari.
Kita kiranya tidak perlu saling menyalahkan lagi. Sekarang yang dibutuhkan adalah adanya komitmen yang kuat dari pemerintah bersama-sama pemerintah daerah untuk berusaha agar korban dan kerugian materi tidak ada lagi. Komitmen ini tentu harus diwujudkan melalui keputusan politik sehingga mempunyai kekuatan hukum. Oleh karena itu, siapa pun yang bersalah (merusak lingkungan) harus diganjar tanpa pandang bulu.
Ini tentu menjadi pekerjaan ekstra bagi pemerintahan SBY-JK. Bencana yang beruntun diyakini akan memberi pengaruh terhadap legitimasi kepemimpinannya. Karena, kita, rakyat, atau siapa saja, sudah bosan dengan bencana-bencana itu semua.***

No comments: